Di Kerajaan Urubarupi, sejak sekolah
dasar, anak-anak bebas memilih sekolah. Satu anak bisa memilih dua, sampai tiga
sekolah yang berbeda jurusan. Sekolah-sekolah itu unik-unik. Ada Sekolah Dasar
Sains, di sana kamu akan banyak mempelajari sains sejak usia 7 tahun. Ada
Sekolah Dasar Bahasa, dibagi menjadi bahasa asing, dan bahasa daerah khusus
kerajaan Urubarupi. Sekolah Dasar Agama menjadi pilihan wajib, sesuai agama
masing-masing penduduk. Pokoknya, sejak sekolah dasar, kamu tidak mempelajari
banyak pelajaran. Pelajaran sesuai dengan jurusannya.
Nambi baru saja bertemu dengan
Okado. Temannya itu baru pulang mendaftar sekolah bela diri. Bela diri yang
diambil oleh Okado adalah bela diri khas Jepang—karate. Okado bercerita
dengan penuh semangat, sehingga Nambi terbengong-bengong dibuatnya.
“Aku ingin memiliki tubuh yang
bagus, dan kuat seperti Hiko Sensei,” katanya.
Hiko Sensei adalah pelatih utama.
Kepala sekolah di Sekolah Bela Diri Shinjuku. Okado menceritakan ciri-cirinya
dengan detail sekali.
“Hiko
Sensei kalau berjalan tegap, lengannya kekar, ada begini-begininya,” kata Okado
berbinar-binar. Dial memeragakan menggambar dengan tangan, bentuk otot lengan
Hiko sensei.
“Perutnya
juga kotak-kotak seperti super hero. Dia juga murah senyum. Kalau sudah besar,
aku ingin seperti Hiko Sensei. Apa kamu tidak tertarik masuk sekolah bela
diri?” tanya Okado sambil mengerutkan dahi.
Nambi
memang baru masuk satu sekolah, yaitu Sekolah Dasar Agama Islam. Mendengar
cerita Okado, dia tertarik juga ingin masuk sekolah bela diri. Apalagi, ayahnya
juga dulu lulusan SMA Bela Diri Shinjuku.
“Baik
lah, nanti aku tanya sama ayah dulu. Apa aku boleh masuk sekolah bela diri,”
jawab Nambi akhirnya.
Alangkah
senangnya hati Nambi.
Sampai
di rumah, ayahnya langsung siap mengantarnya mendaftar. Besok, sepulang dari SD
Agama Islam, beliau akan mengatar Nambi. Wah, Nambi terus membayangkan bertemu
dengan Hiko Sensei.
“Kamu
bisa ikut kelas sore. Sekolah Agama Islamnya pagi, dan kelas bela diri sore,”
kata ayah.
“Siap,
Ayah!” jawab Nambi sambil menghormat seperti upacara bendera.
Rasanya
senang sekali, pagi-pagi sekolah agama, dan sore sekolah bela diri. Nambi
senyum-senyum sendiri. Dia tidak sabar memakai baju putih-putih bernama
karate-gi, atau dogi. Sepertinya, dia akan terlihat gagah nanti.
Karena
terus membayangkan, Nambi tidak tahu jika ayah sudah menjemput. Siang itu, ayah
membunyikan krincingan sepeda hingga berulang kali. Oya, hampir lupa. Di
Kerajaan Urubarupi, mayoritas penduduknya memakai sepeda. Urubarupi adalah
satu-satunya kerajaan yang bebas polusi.
Ayah
dan Nambi berboncengan menuju SD Bela Diri Shinjuku. Sekolah itu terlihat
bersih. Pohon-pohonnya hijau menjulang. Banyak pohon yang Nambi belum tahu
namanya. Ada pohon yang mirip pohon kelapa. Ada pohon yang buahnya seperti
mangga, tapi juga seperti apel.
“Mari,
silakan masuk,” pinta seorang bapak sambil tersenyum.
Nambi
terus saja melihatnya. Dia seperti pernah bertemu orang itu. Oh, tidak. dia
belum pernah bertemu. Tapi, ini adalah orang yang diceritakan oleh Okado. Ini
Hiko Sensei. Wah, benar. Badannya kekar dan tegap. Meskipun memakai baju
panjang, Hiko Sensei tetap terlihat sangat bugar.
Ternyata
proses mendaftar berjalan cepat. Tahu-tahu, besok, Nambi langsung bisa masuk.
Ayah membelikannya karate-gi baru. Jika teman-teman seusia Nambi memakai ukuran
M, Nambi memakai ukuran L. M itu artinya medium. Ukurannya lebih kecil dari L.
Kalau L, artinya large. Badan Nambi memang masih besar. Mungkin, kalau sudah
latihan bela diri, dia bisa tidak terlalu besar.
Keesokan
harinya, Nambi langsung latihan. Dia sangat bersemangat ketika pemanasan. Mulai
dari menekuk kepala, menengok, memutar, dan manggut-manggut. Gerakan-gerakan
pemanasan membuat anak-anak SD Shinjuku berkeringat. Napas Nambi terdengar
berbunyi, ‘heh-heh-heh’.
Saat
istirahat, semua boleh mengelap keringat, atau minum. Beberapa anak juga ada
yang ke kamar kecil. Nambi termasuk yang ke kamar kecil. Saat melewati ruang
ganti, Nambi melihat Hiko Sensei. Nambi berhenti. Dia menguping apa yang
diucapkan kepala sekolahnya bersama orang lain.
“Badanmu
makin bagus,” kata orang berambut blonde.
“Biasa
saja kok,” jawab Hiko Sensei.
“Resepnya?”
tanya orang berambut blonde.
Nambi
heran, kok tanya resep? Siapa yang sakit, ya? Tapi, Nambi terus menguping.
“Badanku
bisa terjaga karena aku mengatur pola makan. Aku tidak terlalu banyak makan
nasi putih, aku makan nasi merah,” jelas Hiko Sensei.
“Oh,
tidak rakus juga, ya? Ha-ha-ha,” sahut orang berambut blonde.
“Ya,
rajin lari, sama angkat beban juga,” lanjut Hiko Sensei.
Saat
sedang menguping, tiba-tiba Okado datang.
“Hayo!
Lagi ngapain?!”
Nambi
tergagap.
Dia
hanya ingat beberapa hal. Hiko Sensei mengatur makan, rajin lari, dan angkat
beban. Di rumah, ayahnya juga punya barbel. Itu juga beban, kata ayah. Nambi
senyum-senyum sendiri.
Sejak
pulang dan rajin latihan, Nambi jadi berbeda.
Saat
makan, Nambi hanya menyendok nasi sedikit.
“Nambi,
kamu sakit?” tanya ibunya.
Nambi
hanya menggeleng.
Ketika
ayah dan ibu istirahat siang, Nambi melakukan sesuatu. Dia lari-lari mengitari
halaman rumah. Lalu, diam-diam, Nambi mengangkat barbel ayah. Nambi merasa
terlalu berat. Dia pun melihat sesuatu yang lain. Mirip barbel, tapi kecil.
Oh,ya. Itu alat yang pernah dipakai ayah. Kalau tidak salah, caranya digenggam
lalu tangan diayunkan.
Nambi
ingat otot lengan Hiko Sensei. Dia ingin ototnya seperti itu juga. Nambi
melakukan gerakan sembarangan. Tiba-tiba, punggung Nambi terasa ngilu. Lutut,
pinggang, semua terasa kencang. Nambi pun berhenti.
“Lho,
Nambi. Kamu tidak tidur siang?” tanya ibu yang baru keluar kamar.
Nambi
hanya menggeleng. Dia juga senyum-senyum. Ibu merasa ada yang aneh dengan
Nambi.
Keesokan
paginya, Nambi bangun tidur dengan badan pegal-pegal. Otot punggungnya seperti
ditarik. Saat dia memutar, menghadap ke kiri, punggung kanannya ngilu. Wah,
gawat. Badan Nambi sakit-sakit.
“Ibu,
hari ini, aku izin tidak masuk sekolah, ya?” rajuk Nambi.
“Karena
tidak biasa, ibu bertanya apa yang baru
terjadi. Nambi menceritakan semua. Ibu terbengong.
“Nak,
otot orang dewasa beda dengan anak-anak. Kalau Nambi rajin latihan sesuai yang
disarankan, Nambi akan sehat. Kalau rajin terus, kelak bisa seperti Hiko
Sensei. Sekarang, usia Nambi masih usia pertumbuhan. Lakukan saja apa yang
diminta Hiko Sensei. Jangan diulangi lagi melakukan gerakan tanpa pengawasan,
ya?” nasihat ibu sangat panjang.
Nambi
mengangguk. Ternyata, keinginannya untuk jadi seperti Hiko Sensei, belum bisa
terkabul saat ini. Dia harus menunggu hingga dewasa. Ah. Rasanya lamaaa sekali.
[]
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Hihihi... ngebayangin wajahnya nambi itu seperti apa pas angkat-angkat beban😁
ReplyDeleteSeperti bakpao pink
Delete