Sun Yi (Sinyal Baru)

pixabay

apakah mau kau kutunjukkan satu tuju
arah berbeda yang belum pernah kau pikir
tiada terdetik kalbu
pun menyelia dalam zikir

ya
tiada kuasa hati melawan takdir
kuterima penawar rasa khawatir
yang tak terdetik dalam hati pun zikir
tiada berarti ia nir

rasa berbeda mulai mendera
lupa kan luka 
tanya sudut kan pinta
pada dermaga mana ia tambat lelahnya

Hari itu, kau menunggu siapa yang akan datang. Kau sudah mendengar ceritanya dari teman kerjamu. Meski hati belum sepenuhnya terbuka, kau rela berjalan untuk menemuinya sore itu. Ketika anak-anak bertelanjang kaki berkejaran, dan anak-anak burung mulai tak terlihat di kabel-kabel listrik.

Kau masih mencoba berbaik sangka. Menerima tawaran seorang teman yang mengenalkan keponakannya. Sesuai kesepakatan, kau harus diam. Tidak memberitahu bahwa mereka, om dan tantenya yang sudah memberitakan perihal laki-laki itu.

Hiadi. Ya. Namanya Hiadi. Dia adalah kepala sekolah dasar swasta yang mirip orang jepang. Menurutmu. Kalian bertemu di bawah teduh pohon-pohon pinus, di gubug penjual air kelapa muda.

"Kamu diberi nomor HP ku sama Om dan tanteku, kan?" tebaknya membuatmu agak tercekat.

Kau lihat sekilas dua ekor matanya, tidak ada kemarahan, kebencian, pun hal lain. Tapi, kau juga sudah berjanji pada om dan tantenya untuk mengunci kabar rapat-rapat di dalam hati. Sedemikian rupa kau hanya diam, membiarkan laki-laki yang mirip orang Jepang itu menebak. Tidak menjawab, dan mengalihkan pembicaraan pada hal lain.

"Bapakmu, adalah teman bapakku," katamu seraya menatap sepasang kupu-kupu yang bercumbu di sela-sela pohon pinus. Sayapnya aneka warna, mengepak-ngepak dalam tarian yang menggoda mata.

"Katanya sih begitu."

Kau menyeruput air kelapa muda pelan-pelan. Berupaya sedemikian rupa agar suara 'sluuurp' yang timbul dari mulut, tidak didengarnya. Tapi, itu tidak berhasil. Dia malah tertawa melihat gayamu yang menurutnya aneh.

"Jika kau terlalu pelan menyedot airnya, suara akan terdengar keras, tapi bila kau melakukannya secara wajar, seperti orang kehausan itu, kau akan meredam suara," sarannya membuatmu terbatuk-batuk.

dia bercerita tentang karir
keluarga
dan wanita
dari tutur yang menghambur melalui bibirnya
kau tahu
dia bukan akan menjadi seperti yang kau tuju
ada sosok yang disimpannya
rapat-rapat
dari semua orang
yang akan didatangi
kapan saja saat dia bisa

"Aku sudah siap jika kau kecewa padaku," katanya sebelum kalian beranjak. Kau tersenyum. Sinyal baru yang kau pasang untuknya, meredup. Tapi, kau sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Kau siap menerima rupa cerita yang bagaimana pun bentuknya. 


#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia

Comments