Kamla dan Tuan Rasad



Kamla sedang ada di kandang, di luar rumah. Dia melihat ke kanan-kiri. Di depannya adalah jendela raksasa rumah Tuan Rasad. Ukurannya lebih besar dari badan Kamla. 


"Angin ke mana sih? Panas begini kok enggan bertiup?" tanya Kamla pada awan putih yang menggantung di langit. 


"Mungkin dia sedang tidur siang," jawab awan putih.

Kamla berdiri, melangkah ke halaman rumah. Di sana, jauh lebih panas dari kandangnya. 

"Apa kau tidak bisa membangunkannya?" pinta Kamla.

"Tidak."

Kamla kembali lagi ke kandang. Awan putih tetap menggantung. Angin belum juga datang. 

Kamla memasukkan kepala ke jendela kamar Tuan Rasad. Pemilik kamar yang hanya memakai celana kolor gelagapan.

"Kau bikin aku kaget, kamla!" keluhnya.

"Di luar sini sangat panas, Tuan Rasad. Aku ingin membuat kepalaku supaya tidak kepanasan."

"Okelah jika begitu. Aku mau lanjut tidur."

Tuan Rasad kembali meringkuk. 

Saat mulai memejamkan mata. Ada yang menyenggol kaki Tuan Rasad. Dia pun duduk, dan menoleh. 

Rupanya, Kamla memasukkan lehernya. Mulut Kamla lah yang menyenggol kaki Tuan Rasad.

"Apa-apaan kau, Kamla?"

"Leherku juga kepanasan, Tuan Rasad. Boleh, ya, aku memasukkannya juga?"

"Okelah. Aku mau lanjut tidur."

Tuan Rasad meringkuk lagi. Kali ini, dia lebih menekuk kedua kakinya, dibanding sebelumnya.

Baru saja mau memejam, ada yang menyentuh punggung Tuan Rasad. 

"Kamla? Apa yang kau lakukan?"

"Sungguh, di luar semakin panas. Izinkan separuh badanku masuk ke sini."

Tuan Rasad mulai kesal. Kantuknya sudah berkurang.

"Apa Tuan Rasad tidak mau lanjut tidur?"

"Eh. Iya. Aku akan tidur dengan duduk. Kau tetap begitu, kan, Kamla?"

"Iya. Aku mulai merasa tidak kepanasan."

Tuan Rasad duduk dan memeluk lututnya. Baru saja mata mulai memejam, tubuhnya terjengkang.

"Kamla? Kenapa kau masuk ke kamarku?" 

"Di luar panas sekali, Tuan Rasad."

"Tapi, ini kamar jadi sangat sempit. Aku bahkan tidak bisa leluasa bergerak."

"Jika Tuan Rasad merasa kesempitan, keluar lah! Biar saya yang di kamar sendirian."

Kedua mata Tuan Rasad hampir melompat. Dia tidak menyangka Kamla akan berkata demikian. Teringat lah Dia akan satu waktu. Dimana dulu, Kamla ditemukan di kebun kurma tetangga. Kamla adalah bayi unta yang sekarat. Karena kebaikan Tuan Rasad, dia merawat Kamla. 

Keuletan dan kesungguhan Tuan Rasad membuahkan hasil. Kamla sehat. Unta itu tumbuh dengan baik.

Bila kamu adalah orang yang merasa memiliki hak orang lain, hingga orang lain merasa sungkan dengan haknya. Mungkin, kamu adalah next Kamla.

Semangat pagi, Semua.

Salam santun dari Poreh, Lenteng, Sumenep, Madura.

Pondok Cahaya, Yk, 30.10.2017

Pengubahan 80%, dari cerita aslinya, ada di buku 365 Kisah Akhlaq Terbaik, Syaikh Mustaf Marzuq, al-kautsar Kids, Januari 2014.

Comments